BANYUASIN, SL -- Pagi baru saja merekah ketika halaman Kantor SKK Migas Sumbagsel di Jakabaring ramai oleh wartawan dari berbagai media. Dengan rompi lapangan dan kamera handphone yang siap merekam momen, rombongan bersiap memulai perjalanan tahunan Field Trip Forum Jurnalis Migas (FJM) Sumsel 2025. Tujuan kali ini yakni Desa Sungsang IV, Banyuasin II, desa pesisir yang menjadi rumah bagi hutan mangrove dan nelayan tradisional.
Bus pariwisata mulai bergerak meninggalkan Palembang sekitar pukul 07.30 WIB. Jalan yang mulanya mulus berubah bergelombang ketika rombongan memasuki kawasan pesisir. Tubuh terhuyung ke kiri dan kanan, seolah menari mengikuti irama jalan rusak. Namun rasa lelah itu terbayar saat Sungai Musi yang membentang luas muncul di kejauhan, dihiasi perahu nelayan yang hilir mudik.
Setelah hampir dua jam, rombongan tiba di dermaga kecil. Dari sinilah perjalanan dilanjutkan dengan speed boat. Suara mesin meraung, memecah riak Musi yang sesekali menimbulkan percikan air ke wajah. Wajah tegang segera berganti lega ketika papan nama “Desa Sungsang IV” tampak menyambut di tepian.
Balai Desa Sungsang IV dipenuhi keakraban. Warga menyiapkan hidangan khas pesisir, sementara pemuda desa menampilkan tari burung migran yang menjadi simbol kehidupan alam Sungsang.
Kepala Departemen Formalitas dan Komunikasi SKK Migas Sumbagsel, Syafei Safri, SH, membuka kegiatan dengan pesan singkat namun kuat.
“Penanaman mangrove ini bukan hanya seremoni, melainkan bentuk nyata menjaga lingkungan sekaligus memperkuat sinergi untuk negeri,” ujarnya.
Ketua FJM Sumsel, H. Octaf Riady, SH mengakui perjalanan ini terasa seperti liburan, namun tetap mengandung tanggung jawab besar.
“Kami butuh penyegaran setelah rutinitas kerja. Tapi yang terpenting, kami juga melihat langsung bagaimana upaya menjaga lingkungan dilakukan di Sungsang,” ungkapnya.
Ia menyoroti pentingnya kepedulian pada sampah dan keberlangsungan ekosistem mangrove. Apalagi, di kawasan ini juga tumbuh tanaman langka seperti kandela.
Camat Banyuasin II, Ahmad Riduan, SH, MSi, menyebut Sungsang IV memiliki posisi strategis di pesisir Musi.
“Kami berharap semakin banyak pihak yang melihat potensi desa ini, baik lingkungan, budaya, maupun wisata,” katanya.
Sementara Kepala Desa Sungsang IV, Romi Hardiansyah, menambahkan bahwa sinergi bersama SKK Migas dan KKKS sudah memberi dampak nyata.
“Masyarakat semakin sadar pentingnya menjaga lingkungan. Kini desa mulai mengembangkan wisata edukasi mangrove dan produk unggulan seperti pempek udang, sirup pedade, hingga sabun berbahan bakau,” jelasnya.
Ia berharap publikasi dari para jurnalis bisa membuka peluang lebih luas bagi desa pesisir ini.
Sedangkan Hirmawan Eko, Manager Field Community & CID Medco, mengingatkan pentingnya menjaga ekosistem pesisir.
“Mangrove adalah benteng alami melawan abrasi sekaligus penyerap karbon. SKK Migas sudah menanam lebih dari 31 ribu pohon dalam dua tahun, dan hasilnya mulai terlihat: ikan yang sempat hilang kini kembali,” tuturnya.
Field Trip FJM Sumsel 2025 bukan sekadar perjalanan wisata jurnalis. Ia adalah wujud nyata kolaborasi – media, pemerintah, perusahaan, dan masyarakat – dalam menjaga pesisir Musi.
Di tepian Sungai Musi, para wartawan ikut menanam bibit mangrove. Jari-jari yang biasanya sibuk mengetik kini kotor oleh lumpur, namun penuh semangat. Sinergi ini diharapkan tumbuh kuat, berakar dalam di tanah Sungsang, menjulang kokoh menghadapi badai, sekaligus menjadi warisan bagi generasi mendatang.
Posting Komentar