Dugaan Kurangnya Isi Tabung Gas LPG Untuk Masyarakat Tak Mampu Ditemukan

Dugaan Kurangnya Isi Tabung Gas LPG Untuk Masyarakat Tak Mampu Ditemukan

Gas LPG saat dilakukan penimbangan oleh YLKI Lahat Raya yang diduga kurang dari 3 kilogram

LAHAT, SL - Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kilogram merupakan barang subsidi pemerintah yang peruntukannya bagi warga tidak mampu (miskin). Karenanya, tata niaga LPG 3 kilogram juga sangat jelas dan sudah ada aturannya.

Agar LPG 3 kilogram tepat sasaran dan kuantitas, maka SPPBE (Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji), agen dan pangkalan, wajib memiliki timbangan merujuk pada Standar Operasional Prosedur (SOP) PT. Pertamina. Tujuannya tak lain untuk mengetahui agar isi LPG di dalam tabung benar-benar 3 kilogram dan tidak melebihi batas toleransi yang telah diatur pemerintah.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Lahat Raya telah melakukan rangkaian kegiatan bulan konsumen guna memastikan barang-barang yang diperdagangkan sudah sesuai ketentuan termasuk gas elpiji baik yang Subsidi dan Non Subsidi dimana sering dikeluarkan masyarakat, ujar Sanderson Syafe'i, ST. SH, Jum'at (14/10/22) dikantornya saat dijumpai awak media.

Agen LPG PSO (Subsidi) dan Agen LPG NPSO (Non Subsidi) merupakan jaringan distribusi Pertamina yang melaksanakan kegiatan pemasaran LPG kepada konsumen.

"Dalam pelaksanaan operasional baik Agen LPG Subsidi dan Non Subsidi, serta SPPBE harus sesuai dengan SOP (Standard Operating Procedure) PT. Pertamina, dimana khususnya elpiji subsidi berat harus 8 Kg, dari total 3 Kg isi gas dan berat tabung 5 Kg dengan batas toleransi bawah 0,045 Kg", tambah Sanderson.

Inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan YLKI Lahat turun dengan turun langsung kelapangan guna menimbang tabung elpiji sesaat setelah diturunkan dari mobil yang baru tiba dari SPPBE sebelum di distribusikan ke masyarakat melalui pangkalan sebagai perpanjangan tangan agen, untuk memastikan isi kemasan elpiji, jelas Sanderson.

Adapun hasil temuan YLKI Lahat Raya di lapangan diduga banyak terjadi kekurangan isi elpiji hingga mencapai 15 persen dan diperparah lagi banyak pangkalan-pangkalan yang tidak menyiapkan timbangan, hal ini tentu sangat merugikan masyarakat yang tidak ada pilihan lain harus membeli apa adanya karena harus digunakan, lanjut Sanderson.

Sanderson menegaskan bahwa dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jelas dinyatakan agen ataupun pangkalan sebagai pelaku usaha yang memperdagangkan barang harus mengawasi dan memastikan batang telah sesuai dengan ukuran pada label tabung, namun hal ini tidak dilakukan agen sehingga telah memenuhi unsur kelalaian SOP PT. Pertamina dan perlu ditindak.

"Bahwa Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut", merupakan bunyi Pasal 8, UUPK 8/1999, urai Sanderson.

Tanggungjawab hukum pangkalan sudah sangat jelas ada pada agen, dimana dalam surat pernyataan agen diatas materai sanggup membiayai seluruh sarana dan fasilitas Agen Elpiji serta bersedia mematuhi semua ketentuan perundang-undangan, Pertamina dan PEMDA setempat termasuk pangkalan-pangkalan yang direkrut oleh Agen.

SOP PT. Pertamina dan dinyatakan jelas dalam persyaratan sarana dan fasilitas Agen LPG bahwa harus memiliki Alat Timbangan jenis duduk yang masih layak pakai, dengan kapasitas 25 Kg untuk Agen bersubsidi dan 150 kg Non Subsidi, minimal 1 (satu) buah yang sudah ditera oleh Dinas Metrologi dan dikalibrasi setiap tahun.

Ketika ada pelanggan atas kelalai dan menyebabkan banyak kerugian masyarakat sudah seharusnya PT. Pertamina memberikan sanksi baik administrasi maupun kompensasi terhadap konsumen seperti amanah UU Perlindungan Konsumen, tegas Sanderson.

Selain itu juga telah diatur dalam tata niaga LPG bersubsidi jelas Pasal 55 UU RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagaimana perubahan atas UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Adapun bunyinya, "Dugaan tindak pidana setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan atau niaga bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan/atau liquefied petroleum gas yang disubsidi pemerintah," dengan hukuman penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 6 miliar, pungkas Sanderson.

Ironisnya hal ini telah berlangsung lama, seperti diungkapkan oleh Pimpinan PT. Sentra Mandiri bahwa dia selaku agen telah 20 tahun melakukan aktivitas jual beli elpiji ini baru kali ini dipermasalahkan terkait timbangan dan elpiji kurang, ujar Pendi sapaan akrabnya dalam ruang sidang Badan Penyelesai Sengketa Konsumen kota Lubuk Linggau beberapa waktu lalu.

Sementara, GM Pertamina Marketing Operation Region (MOR) II Sumatera Bagian Selatan, Primarini, melalui Unit Manager Communication, Relation & CSR Pertamina Marketing Operation Region  (MOR) II, Umar Ibnu Hasan, Sales Area Manager Sumsel-Babel Pertamina MOR II, Sadli Ario Priambodo, Sales Branch Mani, Tsaqif Fauzan Suwari saat diminta tanggapannya melalui pesan singkat WA hingga berita ini diturunkan belum memberikan tangapannya. 

Seperti diberitakan sebelumnya PT. Pertamina telah memberikan sanksi peringatan atau SP II disertai skorsing penyaluran kepada dua agen LPG PSO atau bersubdi di Kabupaten Lahat pada tahun 2021. (Red) 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama

Smartwatchs